Manado, Voxsulut. Com –
Sejumlah pekerja kontrak di Politeknik Negeri Manado (Polimdo), Senin (15/08) datang mengadu di Kantor DPRD Sulut. Maksud para pekerja tersebut mengadu dikarenakan adanya ketidakadilan yang dirasakan, mulai dari keluhan mengenai pemberhentian mereka hingga tidak tercover dalam BPJS Ketenagakerjaan.
Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut) membawa persoalan ini lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi IV Vonny Paat didampingi Wakil Ketua Mohammad Wongso, Sekretaris Cindy Wurangian, Anggota Yusra Alhabsyi, Agustien Kambey dan Novita Rewah.
Pada kesempatan itu, Inggrid Walewangko dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) yang mendampingi para pekerja tersebut menyampaikan, tujuh orang diberhentikan secara sepihak dengan tidak ada surat peringatan seperti SP1 dan SP2. Para pekerja ini berposisi sebagai cleaning servis dan scurity.
“Sebenarnya mereka ada 13 orang tapi yang lapor ke kami (SBSI) ada 7 orang,” katanya dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi IV DPRD Sulut dengan menghadirkan para pekerja yang diberhentikan, Disnakterans Provinsi Sulut dan pihak Politeknik Negeri Manado, Senin (15/8), di ruang rapat Komisi IV DPRD Sulut.
Ia menjelaskan, pemberhentian mereka ditengarai karena ada himbauan dari pihak Politeknik untuk tidak bergabung dengan organisasi buruh. Nantinya mereka akan diberhentikan.
“Jadi mereka bilang barang siapa yang bergabung akan diberhentikan dan pasti akan dicuci otak oleh serikat buruh,” ucapnya.
Para pekerja ini meminta untuk dicarikan solusi. Apalagi mereka sudah bekerja di atas 7 hingga 15 tahun di Politeknik. Seharusnya bisa dipertimbangkan terkait dengan pengabdian mereka.
“Kemudian mereka juga selama bekerja tidak punya BPJS ketenagakerjaan. Kami sudah bicarakan ini dengan pihak politeknik tapi tidak dapat solusi dari mereka,” ungkap Walewangko.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulut, Erny Tumundo menyampaikan, sebenarnya untuk masalah ini tidak masuk wewenang mereka. Hal itu kalau dilihat status para pekerja yang mengadu, seperti tenaga harian lepas (THL) karena berada di kampus yang berlabel negeri. Kecuali jika itu adalah pekerja yang menggunakan pihak ketiga.
“Sebenarnya untuk permasalahan yang terjadi di politeknik ini bukan dalam ranah kami. Kami hanya perusahaan swasta dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) atau BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Tapi statusnya ini kami lihat setara dengan THL,” ucapnya.
Pihak politeknik menjelaskan, sebenarnya alasan mereka memberhentikan karena masa kontraknya sudah habis. Biasanya memang, sebelum masa habis mereka diberikan kesempatan untuk mengajukan kembali. Hanya saja, selain tidak lagi memiliki anggaran dalam perekrutan kembali ada juga evaluasi kinerja mereka. Dari evaluasi yang dilakukan maka mereka ini yang diberhentikan. Sementara untuk masalah BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sedang disiapkan.
“Status mereka tidak permanen, karena sesuai aturan yang permanen itu hanya dua, pegawai tetap, ASN (Aparatur Sipil Negara) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Jadi kita dilarang mengangkat tenaga kerja tetap. Apalagi 2023 sudah tidak ada THL. Jadi kita mengevaluasi, yang memenuhi syarat diikat kembali dalam kontrak. Jadi mereka tidak diangkat lagi,” jelas pihak Politeknik.
Anggota Komisi IV DPRD Sulut, Yusra Alhabsyi mengatakan, para pekerja ini mereka datang ke DPRD Sulut tentu karena sudah tidak tahu mengadu ke mana lagi.
Menurutnya, walaupun status THL, mereka masyarakat dari anggota dewan.
“Kami adalah wakil mereka (para pekerja). Kalau mereka putus kerja ada pengangguran dan mempengaruhi angka pengangguran. Kemudian seharusnya, setiap kontrak kerja wajib mereka ketahui secara rinci. Bayangkan sekian tahun mereka tidak tahu, jadi jangan sekedar tanda tangan. Harus diberi tahu,” ucapnya.
“Ini urusan kemanusiaan. Kampus harus memikirkan ini. Mereka minimal mendapat hak BPJS tenaga kerja selama mereka bekerja. Perlu diingat, pasal pertama kami adalah wakil mereka, pasal kedua kami tidak ingin menabrak aturan dan pasal ketiga kami ingin ada solusi,” kuncinya.
Ketua Komisi IV DPRD Sulut, Vonny Paat kemudian meminta agar persoalan ini difasilitasi Disnakertrans Provinsi Sulut.
“Tentu ada bidang mediasi kan di Disnaker,” ucapnya. (FalenJaksen)