Manado, VoxSulut.Co.id – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Senin (16/12), menghadirkan jajaran RSUP Prof Dr RD Kandou Manado.
Ketua DPRD Sulut, dr Fransiscus Andi Silangen SpB KBD, memimpin rapat tersebut dan dihadiri Ketua Komisi IV, Dra Vonny Jane Paat, Wakil Ketua DPRD, Stella Runtuwene, yang juga berperan sebagai Koordinator Komisi IV, serta anggota lainnya, termasuk Sekretaris Komisi IV, Cindy Wurangian.
Dari pihak RSUP Kandou Manado hadir empat direktur, antara lain Direktur Layanan Operasional, dr Wega Sukanto SpBTKV, Direktur Medik Penunjang dan Keperawatan, dr Jehezkiel Panjaitan SH MARS, Direktur Sumber Daya Manusia (SDM), Pendidikan, dan Penelitian, Ns Suwandi Luneto SKep MKes, serta Direktur Perencanaan dan Keuangan, Dr Erwin Sondang Siagian SSTP MSi.
Salah satu topik utama yang dibahas dalam RDP ini adalah keluhan terkait sistem pemberian remunerasi di RSUP Kandou Manado yang diduga terlambat, tidak sesuai dengan aturan, dan kurang transparan dalam pengelolaannya.
Tentu hal ini menjadi perhatian khusus DPRD Sulut yang meminta klarifikasi dari pihak rumah sakit mengenai mekanisme dan regulasi terkait remunerasi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur SDM, Ns Suwandi Luneto, menjelaskan bahwa pengelolaan remunerasi di rumah sakit ini melibatkan tiga direktorat.
Ia juga menegaskan bahwa remunerasi diatur sesuai dengan regulasi terbaru, seperti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 335 Tahun 2024 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/1580/2024, serta Petunjuk Teknis Remunerasi yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Remunerasi terdiri dari gaji dan insentif, dan untuk pembayaran dokter serta tenaga kesehatan (nakes) mengikuti sistem ‘fee for service’, yang artinya dibayar berdasarkan kinerja mereka,” ujar Suwandi Luneto.
Ia juga menambahkan bahwa proses pembayaran dilakukan melalui sistem yang mengintegrasikan data dari BPJS Kesehatan atau berpedoman pada Berita Acara Hasil Verifikasi (BAHV) dari pihak BPJS.
“Jadi maksimal tanggal 25 baru bisa dilihat berapa yang layak bayar dan berapa tidak layak bayar. Pastinya untuk dokter tidak ada pemotongan karena fee for service,” jelasnya.
Sedangkan yang belum terbayar, itu karena masuk kategori pending atau dispute untuk klaim BPJS-nya dan telah diproses dalam sistem.
Sementara menurut Direktur Keuangan, Erwin Sondang Siagian, dalam sistem klaim BPJS, terdapat empat kategori dalam BAHV, yakni “Layak”, “Tidak Layak”, “Pending”, dan “Dispute”.
Klaim yang dinyatakan “Layak” langsung diproses untuk pembayaran, sementara yang masuk kategori “Tidak Layak” tidak diproses lebih lanjut.
Untuk yang “Pending” atau “Dispute”, pembayaran baru akan dilakukan setelah dana diterima, usai dilakukan klaim kembali ke BPJS untuk dana tersebut.
“Kebijakan ini sudah berlaku untuk klaim bulan September yang dibayarkan pada bulan Oktober, dan klaim bulan Oktober yang dibayarkan pada bulan November,” jelas Erwin Siagian.
Direktur Layanan Operasional, dr Wega Sukanto, juga menambahkan bahwa pihaknya sedang mengembangkan sistem agar proses penghitungan remunerasi lebih transparan dan dapat diakses oleh semua pihak terkait.
“Kami tidak memotong hak dokter, tetapi terkadang terjadi penundaan. Setelah pembayaran dari BPJS masuk, kami akan segera menyalurkan remunerasi tersebut,” terang dr Wega Sukanto.(vsc)