Manado –
Titik terang dugaan kasus korupsi pengadaan incenerator di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Manado Tahun 2019, mulai nampak siapa Tersangkanya.
Kepala Kejari Manado, Maryono, SH, MH mengatakan status kasus pengadaan incenerator tersebut sudah dinaikan dari status penyelidikan ke penyidikan.
“Hal itu untuk memudahkan pemeriksaan agar kasus tersebut menjadi terang, guna menentukan siapa tersangkanya,” ujar Kajari Manado Maryono, Selasa (23/2), saat dikionfirmasi media ini.
Maryono mengakui, penanganan kasus tersebut terkesan lambat karena Jaksa penyelidik yang ada sempat terkuras fokus di persidangan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) dana bantuan pasca banjir Manado yang kini para terdakwanya sudah mendapat vonis bersalah dari pengadilan.
Lanjutnya, dugaan penyimpangan pengadaan 4 unit incenerator umum dan 1 unit incenerator medis berbandrol Rp 11 milyar, pada Dinas Lingkungan Hidup tahun 2019 tersebut bermula dari Penunjukan Langsung (PL) oleh pengguna anggaran yakni Kepala Dinas, tanpa kajian teknis yang jelas terhadap rekanan. Dengan alasan waktunya sudah mendesak dan barangnya sangat dibutuhkan. Padahal pada awal lelang, sudah dianulir oleh panitia lelang ULP.
“Kejanggalan lainnya, meskipun masa kerja sudah ditambah sampai pertengahan Januari 2020. Tapi pekerjaannya belum selesai, namun dana sudah dicairkan 100%,” ungkap Kejari Manado.
Lanjutnya lagi, saat ini terjadi polemik antara rekanan sendiri maupun dengan Kepala Dinas yang berujung adanya blokade atau dikuncinya incenerator tersebut, oleh salah satu rekanan sehingga sempat tidak bisa dioperasikan meskipun akhirnya bisa dipakai walau tidak maksimal sampai sekarang.
“Disaat sampah menumpuk, incenerator tersebut tidak bisa digunakan. Incenerator tersebut seperti museum barang antik yang nilainya mahal, tapi tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya,” tandas Maryono.
Dibeberkan Kejari, keseriusan penyidikan perkara tersebut dengan sudah dipanggil dan diperiksanya sekitar 9 orang saksi terdiri dari pihak dinas, panitia lelang, rekanan dan mantan kepala dinas selaku pengguna anggaran (PA) yang melakukan penunjukan langsung (PL) terhadap proyek yang berbandrol puluhan milyar tersebut.
“Penyidik Kejari Manado juga sudah berkoordinasi dengan pihak politeknik Negeri Manado, untuk segera turun kelapangan memeriksa kondisi incenerator yang diduga bermasalah tersebut. Apakah barang tersebut sesuai spesifikasi teknis/bestek yang ditentukan atau tidak,” jelasnya.
Ditegaskan Maryono, dari rangkaian pemeriksaan tersebut nantinya akan dicari benang merah, untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab dan ditetapkan selaku tersangka.
”Saya tidak mempermasalahkan polemik diantara rekanan proyek tentang sudah dibayar atau belum. Itu masalah internal mereka. Yang jelas pemerintah sudah membayar 100 persen dan apabila pekerjaan tidak sesuai bestek maka mereka harus bertanggung jawab,” tegas Maryono.
Ia pun tidak memungkiri sedang mendalami adanya informasi “Calo” atau PNS yang menjadi perantara pengadaan incenerator tahun 2019 di Dinas Lingkungan Hidup Kota Manado tersebut.
“Yang jelas penyidik Kejari Manado tidak berkepentingan dan tidak punya beban dalam menyelesaikan kasus pengadaan incenerator tahun 2019 tersebut,” seru Kajari Manado.
Lebih jauh diakuinya, untuk pengadaan incenerator lanjutan tahun 2020. Dinas Lingkungan Hidup pada awal tahun 2020 pernah mengajukan permohonan pendampingan hukum untuk pengadaan barang tersebut.
Setelah ditindak lanjuti oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pejabat lainnya, dengan mengadakan studi banding ke beberapa kota di Jawa untuk mencari perbandingan HPS.
“Ternyata proyek pengadaan incenerator tahun 2020 tersebut telah dibatalkan. Menurut informasi telah diganti dengan pengadaan tanah untuk tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Sehingga Jaksa Pengacara Negara yang mendampingi Dinas Lingkungan Hidup kota Manado, untuk survei HPS pengadaan incenerator tahun 2020 adalah legal dan berdasarkan perintah Kepala Kejaksaan Negeri Manado,” ungkap Maryono.(andresiwi)